Senin, 09 November 2009

Ekspresi Impresionis Lalu Syukani







Dalam pengembaraan Syukani di alam realita, ia tersandung pada keinginan untuk merubah dirinya. Hal ini terlihat jelas pada tampilan lukisan-lukisannya.Namun, ia tak kuasa menjadi orang lain. Ia adalah sosok lelaki jujur yang berkutat dengan fenomena sang diri yang apabila tak tersalurkan akan berakibat pada kejiwaan.
Perjalanan menapak bumi, membuatnya sadar bahwa pilihan terhadap tata nilai dari budaya sasak menjadi penting. Lihatlah, lukisan tentang alam Lombok yang lugu, gadis-gadisnya yang sederhana mencuatkan kepribadian yang kuat.
Memang pendahulunya menemukan bukan bearti menyelesaikan, namun Syukani mampu membuat polesan akhir yang luarbiasa. Nuansa keindahan dalam pemilihan warna menjadi episode yang tak pernah kering bagi Syukani. Semestinya, Syukani bertahan pada gaya romantisme, yang ditekuninya sejak awal. Ya, impresionis baginya adalah sudut keterpaksaan nurani yang melawan. Saya takut, akibat memaksakan diri ia akan kehabisan eksplorasi imajinasi. Letih.Romantisme Syukani, seyogyanya tetap dipertahankakn.

TAUTAN YANG SAH….
Ketidaksadaran kolektif menurut Jung. Kadangkala menjadi penting, manakala seseorang berada pada persimpangan. Nah, kondisi itu, terjadi pada diri sang pelukis tatkala harus berjuang mencari mising link dari rantai daur hidup yang menghilang. Bayangkan saja, keberanian memilih antara melanjutkan atau mencari yang lain akhirnya menjadi konflik panjang yang tiada ujung.
Sejarah sang pelukis mencari jati diri, menemukan tambatan. Lalu mengeksplorasi diri, dan selesai. Sah-sah saja. Bagaimana sosok, Marah Jibal , Kartika yang tertaut Afandi sang maestro. Tak jadi persoalan, yang penting karyanya yang bicara. Afandi telah tiada, namun api perjuangannya masih ada di hati Kartika. Kembalilah, sahabatku pada jati dirimu yang absolute. (IPSA)

Minggu, 18 Oktober 2009

THE GREAT OF IMPRESSION

Perjalanan sebuah mahakarya, memang harus melalui rimbun belantara yang tak akan ada batasnya. Sejauh mata memandang, sejauh itu belukar pengahalang harus dipinggirkan hingga sang pejalan kaki bisa melewati proses menuju sasaran yang dikehendakinya.

Seorang pelukis, ibarat pejalan kaki yang menempuh perjalanan ruang ide yang semakin dimasukinya, semakin tak sampai apa yang hendak dicapainya. Menurut, persepsi Carl Gustav Jung (1875-1961) seorang psikolog kenamaan dunia, merupakan hutan ketidaksadaran kolektif yang dimiliki setiap manusia. Hutan itu bisa kita rasakan dalam bentuk bayangan gelap (shadow) dan untuk membentenginya kita pun mewarisinya dalam konten budaya yang kuat sejak turun temurun.



Efek shadow, bagi sang pelukis dalam kondisi jenuh berekspresi dalam ruang terbatas akan mencari objek di luar ruangan (spasial), sehingga ia akan menangkap siluet suatu kejadian yang membekas dalam konfigurasi arketipe persona. Dan, bentuknya pun impresif.

Demikianlah, sosok Karyana. Pelukis muda kelahiran Mataram, 41 tahun lalu. Dalam perjalanan tematik bebasnya, menemukan pencitraan dunia impresionisme seni lukis di atas media kertas. Ia menggunakan cat air, pigmen dan tinta dalam merekam panggung realitas yang dilihatnya langsung, menyentuh kesadaran personalnya dalam episode per episode. Kendati pun, ia kini, berkubang dalam mazhab impresionisme, bukan berarti romantismenya tak kuat. Bukti otentik yang diteriakkan pada dunia, ia mampu melukis realis cukup kuat dengan teknik kesulitan yang tinggi. Melukis di atas media kertas menggunakan pastel ( Lukisan Ajik dan Meditation).

Orang mengenal, sebelum era impresionisme melanda dunia. Konsep romantisme menjadi milik setiap orang, setiap lapisan bahkan masuk ke ranah aktivitas sosial.Impresionisme adalah suatu gerakan seni dari abad 19 yang dimulai dari Paris pada tahun 1860an . Nama ini awalnya dikutip dari sebuah lukisan mahakarya Claude Monet , " Impression, Sunrise " ("Impression, soleil levant") .

Karakteristik utama lukisan impresionisme adalah kuatnya goresan kuas, warna-warna cerah (bahkan banyak sekali pelukis impresionis yang mengharamkan warna hitam karena dianggap bukan bagian dari cahaya), komposisi terbuka, penekanan pada kualitas pencahayaan, subjek-subjek lukisan yang tidak terlalu menonjol, dan sudut pandang yang tidak biasa. Impresionisme menjadi pelopor berkembangnya aliran-aliran seni modern lain seperti Post-Impresionisme , Fauvisme , and Kubisme .

Lukisan Karyana memiliki ciri khas, goresan kuas pendek dan tebal dengan gaya mirip sketsa, untuk memberikan kemudahan pelukis menangkap esensi subjek daripada detailnya,warna diperoleh dengan pencampuran pigmen cat ,bayangan dibuat dengan mencampurkan warna komplementer (Hitam tidak digunakan sebagai bayangan),cat tidak ditunggu kering untuk ditimpa dengan warna, berikutnya,mengusahakan sedetail mungkin sifat pantulan cahaya dari suatu objek untuk kemudian diterapkan di dalam lukisan dan dikerjakan di luar ruangan.


Uniknya, Karyana yang terobsesi dengan model impresionisme ini, tidak menafikan warna hitam (ink) sebagai campuran warna komplementer sehingga ia menjadi tegar dalam berkarya. Kendati masih muda ia telah menunjukkan kapabilitas sebagai pelukis aliran impresionisme masa depan yang berbeda dari pelukis impresionisme lainnya.(PutuSugihArta09)

Selasa, 29 September 2009

Model Lukisan Karya Mantra


Lukisan Mantra rata-rata cenderung impresionis. Salah satunya, seperti yang terlihat pada foto ini.

Senin, 28 September 2009

LUKISAN MANTRA

CATATAN KECIL PUTU SUGIH ARTA MENGENAI LUKISAN MANTRA

Meminjam gagasan besar penyair legendaris Indonesia, Chairil Anwar yang menggores sepatah kalimat tentang kehidupan : "Sekali berarti, setelah itu mati." Bagi seorang seniman secara berkesinambungan dituntut untuk terus berkreasi, sampai berakhir pada puncak karya sebelum ajal menjemput.

Perjalanan karir, dalam dunia lukis. Sosok Mantra yang bernama lengkap I Nyoman Putra Ardhana kelahiran 22 Agustus 1971 cukup panjang sehingga tema yang diusung "FROM BEGINING UNTIL NOW" sangat tepat rasanya tatkala ia kini berada pada fase pertengahan wilayah kontemporer yang dialaminya.

Bagaimana sebenarnya perhelatan pada fase tersebut ? Menurut saya, perhelatan itu berada pada ruang batin. Sesuatu yang dipuja pada hakekatnya merupakan perjalanan akhir kebencian itu sendiri. Revolusi copernikan pernah dan selalu berulang pada setiap kehidupan, sesuatu yang dihujat, dibenci, dicaci-maki akhirnya dipuja, diagungkan dan dibesar-besarkan.




Konsep konflik yang disuguhkan Mantra pada audiencenya merupakan karya bumi yang meradang akibat tiga sebab pendekatan insting manusia yakni WILL TO PLEASURE, WILL TO POWER dan WILL TO MEANING.

WILL TO PLEASURE ?

Manusia, pada prinsipnya akan mencari titik kepuasan. Maka mereka berusaha sekuat tenaga mencapainya, jika berhasil mereka akan mengalami orgasme, kesenangan yang tak bisa dibahasakan. Konsep ini, sangat dekat sekali dengan model yang diungkapkan oleh SIGMUND FREUD pakar psikoanalitis ortodox. Kesenangan akibat dari pertautan komplex, dan peran total dari unsur sex yang dominan.

LUKISAN T DAMARING

CATATAN PUTU SUGIH ARTA, TERHADAP LUKISAN ABSTRAK DAMAR



Mengurai detail seniman NTB dalam pergulatan dengan komunitas seni nusantara bahkan dunia, melalui perjalanan yang sangat panjang. Dari pemahaman konsep tradisi yang dilegalisasi oleh komunitas tradisi itu sendiri, sampai menjawab kegelisahan di era milenium yang mau tidak mau harus dihadapi dengan kesabaran, kendati tekanan terjadi bertubi-tubi dari segala penjuru arah. Justru, kondisi ini, akan mendewasakan iklim berkesenian untuk bisa menerima apa adanya.

Menurut Herry Dim, pergerakan proses berkesenian, dari tradisi menuju modern dan kini dari modern ke pasca modern ditandai dengan ciri-ciri tertentu. Seni tradisi, adalah milik masyarakat yang mengusungnya. Sedangkan seni modern, karya cipta seniman ditandai dengan membubuhi tanda tangan sebagai bagian dari pertanggungjawaban ( responsibility ) bagi sang seniman kepada ruang publik. Karya seni mempunyai identitas sebagai bentuk representasi konsep. Namun, setelah pasca modern pergerakan semakin kompleks. Tumbukan antara seniman menjadi penting. Obyek, tidak berada pada kawasan penglihatan mata. Melainkan pada diri si seniman. Bukan hanya fisiknya, namun pergolakan batin yang terjadi pada diri seniman merupakan inspirasi karya yang tiada pernah habis. Tumbukan itu terjadi karena seniman dalam ruangan berbeda secara leluasa mengkritisi karya seniman lainnya dengan postulat yang dimilikinya.

Saya sependapat dengan Herry, apa pun alasannya konkritnya memang demikian adanya. Namun saya sedikit lebih menjauh dari postulat itu, ada ruang yang tak tersentuh oleh sang diri, dan berada pada titik balik di belakang sang diri. Di dalam ruang itu, terdapat ribuan, jutaan, milyaran …bahkan tak terhingga gagasan brilian yang apabila diformulasikan akan bermanfaat bagi kemajuan dunia.

Sekarang saya akan mengulas karya lukisan Damaring yang konon abstrak menurut Rip V. Dinar dalam pengantar katalog pameran lukisan catatan setelah 600 hari sang pelukis melakukan kontemplasi di Galeri Taman Budaya NTB 18 - 31 Juli 2009. Dalam pengamatan Rip, karya cipta Damaring adalah bagian dari rekontruksi teori kepribadian yang disingkap Carl Gustav Jung sehingga Rip dalam ulasannya meminjam kalimat yang pernah dilontarkan sang pakar manakala melihat lukisan abstrak. Secara datar, dimaknai Rip, Damaring bukan saja merenung, tapi bermimpi. Namun, sayang dalam tatanan represantasi konsep, kenapa mimpi itu demikian. Tidak memiliki kekuatan daya dobrak sehingga bermanfaat bagi apresian yang datang berkunjung, yang tentunya penuh harap mampu berdialog dengan gaya minimalis Damaring. Barangkali terlalu jauh menggunakan pendekatan Jung yang memaparkan konsep melalui terapi lukisan ( painting therapy ). Saya lebih merujuk pada model methodological behaviorism yang diungkapkan Burrhus Frederich Skinner, bukan behavior ortodoksnya Jung.
Pada tatanan pelukis muda aliran abstrak di Provinsi NTB, Damaring bukanlah Satar Tacik, Mahendra Kilia, Wayan Geredeg, Mantra atau pelukis wanita, Siva. Karya lukis abstraknya dengan leluasa bisa direpresantasikan melalui terapi-terapi Jung. Tapi Damaring adalah sosok manusia cerdas dengan kegelisahannya berusaha hari demi hari selama 600 hari membuat sejarah pada dirinya dengan cara melakukan perenungan intens untuk tujuan penguatan individu ( individual personal history of reinforcement ). Peran yang sangat kuat dari faktor genetis sangat mempengaruhinya, sehingga karya-karyanya berkutat pada kawasan lingkungan sosial. Ciri traumatik yang berpanjangan nampak jelas tergambar pada political colour, jejak suharto, bidak,pertautan 1, berserah diri dan catatan masa depan. Secara jujur, lukisan karya Damaring bukan mencerminkan mimpi si pelukis. Tapi mimpi semua orang. Sehingga daya kejut spontan tidak diperoleh. Biasa saja.

Coba direnungkan kembali, saran Herry Dim, bagaimana meniru kanakalan orang Jepang. Herry menyitir dengan lukisan bunga matahari karya Van Gogh di pasar lelang terkemuka dibayar sangat tinggi, tanpa diketahui siapa yang membeli ? Betapa terkejutnya dunia, ketika yang membeli orang Jepang, dipertunjukan saat pameran mobil produk Jepang dengan cara meletakkan sekenanya (performance art). Sekali lagi saya sependapat, namun dengan perumpamaan yang beda. Yakni, bagaimana Jepang berbuat nakal melalui film kartunnya.
Ceritanya begini.Suatu hari, Nobita bermimpi menemukan kabut merah jambu dari tengah hutan lantas memasukinya. Nobita terdampar di planet binatang di abad 22 yang bisa berbicara layaknya manusia, semua yang mendengar ceritanya menganggap Nobita masih kanak-kanak. Mana ada binatang bicara seperti manusia ? Hanya Sizuka yang percaya. Akhirnya, dibuktikan Nobita, mimpinya nyata. Teman-temannya percaya. Memang ada planet binatang, kabut merah jambu yang menjadi penghubung antara planet bumi dan planet binatang. Luar biasa kemajuan planet binatang, penataan lingkungan yang tidak semrawut jauh dari kondisi bumi yang kacau. Di sana, Nobita dkk berteman dengan anak anjing yang bernama Cip dan Romi. Setelah kembali ke bumi, ia mendengar jeritan sahabatnya Cip bahwa planetnya diserang Nimuge, mahluk bertopeng yang jahat. Romi ditawannya.Nobita, Doraemon dkk pun turun tangan menolong.Tatkala Nobita memasuki sarang Nimuge, ia mengetahui sebenarnya bahwa mahluk bertopeng itu adalah manusia.

Eksperimen Damaring, andaisaja menggunakan pendekatan Skiner, dari perjalanan karya-karya terdahulunya yang cenderung realis. Damaring masih labil di aliran abstrak, karena waktu 600 hari belum cukup ampuh menguatkan pribadinya. Pada usia yang masih muda, 30 tahun, Damaring masih perlu intens berinteraksi dengan faktor-faktor lingkungan di luar dirinya. Kemudian, aspek sublimasi dalam konten karya yang mencerminkan kematangan dengan cara lebih berani mengambil resiko sehingga ada kesan telah sering melakukan hukuman terhadap dua alternatif perilaku yang menguat akibat pengaruh lingkungan di luar diri. Sementara ini, pada lukisan yang disajikan tak ada ketegasan sublimasi yang dimaksud. Masih ada ketakutan, Damar mengambil keputusan. Pilihan mana yang harus diberi sangsi (punishment) dan pilihan mana yang diapresiasi (reward) mudah terbaca pada seluruh karya-karyanya. Jalan masih panjang. Rekontruksi renungan dalam kabut yang menggunung masih berada pada eksistensinya. Pujian baginya, terletak pada keluguan dan keberaniannya. Karena berani pameran berarti titik awal perjalanan menentukan pilihan mana yang sepatutnya diberikan sangsi, mana yang tidak. Sehingga kelak Damaring, adalah bagian dari pelukis bertema abstrak yang bernuansa metodelogi behavioris sejati. Bukan insting semata-mata, melainkan didukung oleh suatu proses kerja riset yang panjang.

Ya, meminjam pesan yang disampaikan oleh kartun Doraemon, si kucing sakti itu sangat cocok dengan representasi konsep karya Damaring. Dan, mungkin masih ada pelukis muda yang lahir kemudian.. Seyogyanya, mimpi perjalanan di kabut merah jambu adalah milik seni rupa.